Sabtu, 17 Maret 2012

AKULTURASI BUDAYA

Akulturasi adalah suatu proses sosial yang timbul manakala suatu kelompok manusia dengan kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur dari suatu kebudayaan asing. Kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaannya sendiri tanpa menyebabkan hilangnya unsur kebudayaan kelompok itu sendiri. contoh akulturasi : saat budaya rap dari negara asing di gabungkan dengan bahasa jawa. jadi mengerap dengan menggunakan bahasa jawa. ini terjadi saat di acara simfoni semesta raya.

Contoh akulturasi budaya :
  • Bangunan 
Akulturasi Islam dengan Hindu dalam Arsitektur Masjid Pertimbangan memadukan unsur–unsur budaya lama dengan budaya baru dalam arsitektur Islam, sudah menunjukkan adanya akulturasi dalam proses perwujudan arsitektur Islam, khususnya di Jawa. Apalagi pada awal perkembangan agama Islam di Jawa dilakukan dengan proses selektif tanpa kekerasan, sehingga sebagian nilai-nilai lama masih ada tetap diterima untuk dikembangkan. Setelah kerajaan Majapahit runtuh, era baru kerajaan Islam pun mulai muncul di bumi Nusantara. Ajaran Islam yang masuk tanpa kekerasan bersifat terbuka terhadap unsur – unsur kebudayaan lama yang ada. Karena itulah wujud arsitektur Islam, khususnya arsitektur masjid di Indonesia, banyak dipengaruhi oleh faktor sejarah, latar belakang kebudayaan daerah, faktor lingkungan serta adat istiadat masyakakat setempat. Sebelum membangun Masjid Demak, Sunan Kalijaga berdiri di tengah – tengah lahan tempat masjid akan didirikan sambil merentangkan tangan . Tangan kirinya tertuju ke arah bumi dan tangan kanannya tertuju arah kiblat. Sikap ini dilakukannya dengan maksud, bahwa dalam berarsitektur kita harus memperhatikan kaidah atau nilai yang sudah ada di masyarakat dan memikirkan kaidah baru yang akan dimasukkan. Saat itu, sudah ada adalah kaidah Hindu dan Buddha yang sudah meng-Indonesia dan kaidah Islam merupakan kaidah–kaidah baru yang akan dimasukkan, kaidah–kaidah inilah yang dipadukan dengan baik dalam karya aesitektur Islam sehingga tidak terjadi benturan budaya. Perkembangan agama Islam di Indonesia makin pesat sejak kekuasaan Kerajaan Majapahit makin Menyurut. Meskipun Majapahit masih bertahan, suasana kerajaan diwarnai pertikaian dan perebutan kekuasaan. Kondisi ini dimanfaatkan oleh bupati–bupati di daerah pesisir yang telah beragama Islam melepaskan diri dan berontak terhadap kekuasaan Majapahit. sekitar 1518, Dipati Yunus yang berkuasa di Demak menyerang Majapahit dan Majapahit harus menerima kekalahan. Menyusul kemudian sisa–sisa wilayah kekuasaan Majapahit di Panarukan membuat perjanjian dengan kerajaan Malaka pada 1528, maka sejak itulah kemegahan dan kejayaan Majapahit tenggelam. Setelah Kerajaan Majapahit tenggelam era baru kerajaan Islam pun mulai muncul di bumi Nusantara. Ajaran agama Islam yang masuk tanpa kekerasan rupanya juga bersifat terbuka terhadap unsur-unsur kebudayaan lama, yang ada sebelum Islam masuk. Karena itulah wujud arsitektur Islam, khususnya arsitektur masjid di Indonesia, banyak dipengaruhi oleh faktor sejarah, latar belakang kebudayaan daerah, faktor lingkungan serta adat istiadat masyarakat setempat. Masjid Agung Demak di Jawa Tengah misalnya, mempunyai nilai historis cukup penting berkaitan dengan sejarah perkembangan agama Islam di Jawa. Legenda–legenda muncul dari sejarah perkembangannya yang kemudian menempatkannya pada kedudukan yang keramat bagi masyarakat yang menyakininya . Bangunan masjid ini berdiri di atas lokasi sekitar alun–alun kota Demak . Wujud arsitekturalnya menunjukkan akulturasi kebudayaan Islam dengan kebudayan Hindu saat itu atap bangunannya runcing ke atas dengan tiang–tiang penopang yang besar–besar dan tinggi. Motif–motif hias tiang bangunannya nampak berhubungan dengan kebudayaan Majapahit . Kemudian pada Masjid Agung – Menara Kudus, pembauran Kebudayaan Hindu dengan kebudayaan Islam nampak jelas. Kekhasan Masjid Agung Menara kudus adalah adanya bangunan menara atau minaret sebagai kelengkapan masjid untuk penyampaian adzan menrut waktu-waktu sholat. Wujud bangunan menara dan adanya wujud bangunan candi inilah yang bersal dari kubudayaan Hindu. Ciri bangunan Hindunya lebih dipertegas dengan konstruksi bangunan yang tersusun dari bahan batu bata dengan pola bangunan kepala (mahkota) – badan kaki. Sedangkan ciri bangunan Islamnya adalah masjid sebagai bangunan induknya. Penampilan keseluruhan masjid ini merupakan satu kesatuan dalam satu kompleks bangunan. Tetapi uasaha mempersatukan unsur Hindu dan Islam pada Masjid menara Kudus tidaklah dilakukan melalui seleksi ketat, sehingga tampak kurang adanya kesan saling mendukung antara bentuk yang satu dengan bentuk yang lainnya. Hal ini menyebabkan secara arsitektural tidak terlihat kesan menyatu antara unsur candi, bentuk gerbang yang bercorak Majapahit dengan bentuk kubah masjid yang menjadi ciri arsitektur Islamnya.


Bagaimana diperkenankannya Akulturasi Konon menurut legenda sebelum membangun Masjid Demak, Sunan Kalijaga berdiri di tengah-tengah lahan tempat masjid akan didirikan sambil merentangkan tangan kemudian tangan kirinya tertuju kearah bumi dan tangan kanannya tertuju ke arah kiblat. Sikap ini dilakukannya dengan maksud bahwa dalam berarsitektur orang harus memperhatikan kaidah–kaidah atau nilai–nilai yang sudah ada di masyarakat dan memikirkan kaidah-kaidah baru yang akan dimasukkan. Kaidah–kaidah inilah harus dipadukan dengan baik dalam karya arsitektur Islam sehingga tidak terjadi benturan budaya . Pertimbangan memadukan unsur-unsur Budaya lama dengan budaya baru dalam arsitektur Islam, sudah menunjukkan adanya akulturasi dalam proses perwujudan arsitektur Islam, khususnya di Jawa. Apalagi pada awal perkembangan agama Islam di Jawa, dilakukan dengan proses, selektif tanpa kekerasan, sehingga sebagian nilai-nilai lama masih tetap diterima untuk dikembangkan. Kaidah Islam dalam membuat masjid adalah arah kiblat, tempat Imam (Maihrab), tempat Jemaah, tempat ber–wudhu adanya pemisahan ruang antara pria dan wanita. Sedangkan adanya bentuk meru, pendopo (Mandapa), dan gerbang merupakan kaidah-kaidah dalam Hindu. Kemudian kesan mengayomi, adanya serambi dan kentongan merupakan kaidah–kaidah asli dari bumi Nusantara. Kaidah–kaidah itu semua mempunyai jiwa dan kesan tersendiri dan tidak bisa diubah. Tetapi dengan mengubah beberapa unsur berdasarkan kaidah–kaidah Islam dan memadukannya dengan kaidah-kaidah yang sudah ada dan memiliki kesamaan makna, akhirnya dapat dihasilkan suatu karya yang merangkum kaidah–kaidah tersebut . Hal ini yang menyebabkan terwujudnya bentuk baru tanpa menentang kaidah–kaidah yang sudah ada sebelumnya, sehingga rangkuman kaidah–kaidah tersebut dapat berfungsi lebih baik bagi masyarakat yang menganut agama Islam. Jadi akulturasi dalam arsitektur Islam pada walam perkembangannya di Jawa, diperkenakan oleh ‘’wali’’ ( waliyullah sebagai orang yang dianggap dekat dengan Tuhan (Allah) dan diyakini memiliki berbagai kelebihan. Karena itulah para wali sangat dihormati dan disegani karena selain bertugas mengajarkan agama Islam, beliau juga masih menghormati kebudayaan yang berkembang sebelum masuknya agama Islam.

Kesenian Budaya Cina Perantauan di Indonesia Wayang potehi Kesenian ini mirip wayang golek (wayang kayu), namun cerita yang ditampilkan berasal dari legenda rakyat tiongkok, seperti Sampek Engthay, Sih Djienkoei, Capsha Thaypoo, Sungokong, dll bacang Dahulu bacang diyakini orang China adalah makanan untuk menghormati seorang pahlawan yang mati akibat difitnah orang bentuk peringatan adalah makan bakcang (Hanzi: 肉粽, hanyu pinyin: rouzong) Penganan ini terdiri dari daging cacah sebagai isi dari beras ketan dibungkus daun bambu dan diikat tali bambu. Di beberapa tempat Indonesia,diadakan festival memperingati sembahyang bacang atau disebut juga Duan Wuji. Festival ini disebut pehcun. Atraksi yang menjadi maskot festival ini adalah perlombaan balap perahu naga.Duanwu Jie (Hanzi: 端午節) atau yang dikenal dengan sebutan festival Peh Cun di kalangan Tionghoa-Indonesia adalah salah satu festival penting dalam kebudayaan dan sejarah Tiongkok. Peh Cun adalah dialek Hokkian untuk kata pachuan (Hanzi: 扒船, bahasa Indonesia: mendayung perahu). Walaupun perlombaan perahu naga bukan lagi praktek umum di kalangan Tionghoa-Indonesia, namun istilah Peh Cun tetap digunakan untuk menyebut festival ini. Festival ini dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 5 bulan 5 penanggalan Imlek dan telah berumur lebih 2300 tahun dihitung dari masa Dinasti Zhou.Dan perlombaan dayung perahu naga. Karena dirayakan secara luas di seluruh Tiongkok, maka dalam bentuk kegiatan dalam perayaannya juga berbeda di satu daerah dengan daerah lainnya. Namun persamaannya masih lebih besar daripada perbedaannya dalam perayaan tersebut. Kiasu Kiasu adalah ejaan Hokkien (fujianese) untuk Bhashu / pasu. Jargon ini sangat sering didengungkan di Singapura. Istilah ini mengandung arti (kira-kira) suatu ketakutan akan tertinggal karena kurang menguasai ilmu.

Ai Pia Cia E Ya 爱拼才会赢 爱拼才会赢 atau dalam mandarin = Ai Pin Cai Hui Ying Adalah "Lagu kebangsaan" suku Hokkien di seluruh dunia. Isi lirik lagu dari Taiwan ini mencerminkan etos kerja dan spirit berusaha yang sangat tinggi dari suku ini. Sebagaimana umumnya lagu-lagu Hokkien lainnya, lagu ini sangat menjiwai, bukankah arti judulnya saja "Cinta (suka) berjuang baru bisa menang" Budaya Cina Peranakan Banyak budaya, aksen maupun produk tionghoa yang bukan berasal dari negeri cina daratan, namun merupakan produk setempat yang dinamai istilah cina. Kalau di Malaysia, kita kenal ikan Louhan yang bukan dari Cina, tapi "penemuan" peternak ikan China dari Malaysia, di Indonesia kita mengenal "lontong capgomeh" yang tidak ada di negeri cina, maupun wingko babat yang berasal dari kota Babat di Jawa Timur.

Budaya blasteran Cina-Indonesia Tak hanya etnik saja yang sudah berasimilasi, aspek lain juga ikut berasimilasi: Makanan Contoh: Lumpia semarang, isi utamanya adalah irisan kulit rebung sedangkan lumpia yang dari China isi utamanya mihun.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar